Investasi Properti Paling Diminati Para Investor Asing di Negara ASEAN
Rumah Jual – Investasi Properti di ASEAN: Daya Tarik yang Tak Pernah Redup
Dalam satu dekade terakhir, investasi properti di kawasan ASEAN mencatat pertumbuhan yang luar biasa. Singapura, Malaysia, dan Indonesia menjadi pusat perhatian para investor asing. Pergerakan harga properti di tiga negara ini bukan hanya mencerminkan faktor domestik, tetapi juga reaksi terhadap gejolak global.
Menurut Rumah Jual dan rumahjual.org, perbedaan ini menjadi kunci untuk memahami potensi investasi properti di masa depan. Dinamika tersebut menjadi dasar bagi investor global dalam menentukan strategi diversifikasi aset lintas negara.
“Baca Juga: Tips Renovasi Ruangan Rumah Agar Terlihat Lebih Luas Dengan Konsep Open Space“
Singapura tetap menjadi destinasi utama investasi properti di kawasan ini. Laporan DBS Group menyebutkan bahwa meskipun ada tantangan dari perang dagang Amerika Serikat dan China, pasar properti Singapura tetap kuat.
Pada kuartal pertama 2025, Indeks Harga Properti Singapura meningkat sebesar 0,6 persen. Meski lebih lambat dibandingkan kuartal sebelumnya, stabilitas ini menunjukkan kekuatan ekonomi Singapura.
Dalam sepuluh tahun terakhir, harga properti di negara ini melonjak 53,5 persen secara kumulatif. Pertumbuhan riil antara 20–25 persen membuktikan bahwa properti di Singapura lebih dari sekadar aset, tetapi juga simbol prestise.
Stabilitas ini diperkuat oleh faktor nilai tukar. Fluktuasi dolar Singapura hanya sebesar 2,3 persen selama satu dekade. Ini menjadikan Singapura sebagai “safe haven” di tengah ketidakpastian global, menurut analisis Rumah Jual.
Berbeda dengan Singapura, Malaysia menunjukkan dualitas yang cukup ekstrem dalam sektor properti. Pertumbuhan nominal sebesar 47,7 persen dalam sepuluh tahun terlihat mengesankan. Namun, bila disesuaikan dengan depresiasi ringgit, nilai riilnya hampir stagnan.
Menurut New Straits Times, nilai transaksi properti Malaysia bahkan melebihi 217,46 miliar ringgit pada awal 2024. Pertumbuhan ini sebagian besar didorong oleh skema Malaysia My Second Home (MM2H) yang menarik minat asing.
Namun, ketidakseimbangan antara pasokan properti mewah dan kelangkaan hunian terjangkau menjadi tantangan. Investor cerdas harus memperhatikan segmen pasar dengan lebih kritis sebelum menanamkan modal mereka di Malaysia.
Indonesia menampilkan dinamika yang lebih kompleks. Pertumbuhan harga properti nominal sebesar 20 persen dalam satu dekade terlihat kecil bila dibandingkan dengan negara tetangga. Depresiasi rupiah sebesar 33 persen juga mengurangi imbal hasil riil bagi investor asing.
Namun, proyek-proyek infrastruktur besar seperti kereta cepat membuka peluang pertumbuhan properti dua digit di kawasan sekitarnya. Selain itu, sektor pariwisata di Bali menunjukkan tanda-tanda pemulihan kuat. Imbal hasil sewa properti di Bali mencapai 5–7 persen menurut Rumah Jual.
Ketua Umum AGRA, Roy N. Mandey, memperkirakan sektor properti Indonesia akan tumbuh 15–18 persen pada 2025. Sektor ini diprediksi meningkatkan kontribusi terhadap PDB dari 10 persen menjadi 11,5 persen.
“Simak Juga: Manfaat Baik Buah Jeruk, Memiliki Khasiat Meningkatkan Fungsi Saraf otak“
Harga properti di lokasi strategis seperti Marina Bay atau Segitiga Emas Jakarta sangat tinggi. Hal ini membuat sebagian besar investor ritel kesulitan masuk. Oleh karena itu, Real Estate Investment Trusts (REITs) menjadi alternatif investasi properti yang menarik.
REITs menghimpun dana dari banyak investor untuk membeli aset properti komersial berkualitas tinggi. Investor kecil dapat menikmati imbal hasil sewa dan apresiasi aset tanpa harus mengelola properti secara langsung.
Menurut rumahjual.org, Singapura dan Malaysia sudah memiliki pasar REITs yang matang. CapitaLand Ascendas, misalnya, mencatat pertumbuhan harga saham lebih dari 100 persen dalam satu dekade, dengan dividen tahunan sekitar 6–7 persen.
Sementara itu, pasar REITs di Indonesia masih dalam tahap awal. Likuiditas rendah dan keterbatasan regulasi menjadi tantangan utama. Padahal, REITs menawarkan fleksibilitas tinggi dan bisa dilikuidasi lebih cepat dibandingkan properti fisik.
Dari seluruh perbandingan ini, terdapat tiga faktor kunci yang menentukan keberhasilan investasi properti di ASEAN:
Singapura memenuhi ketiga kriteria ini dengan baik. Malaysia sebagian besar berhasil, meski menghadapi tantangan struktural. Sementara itu, Indonesia memiliki potensi besar, namun memerlukan reformasi lebih lanjut untuk menarik lebih banyak investor asing.
Dalam konteks ASEAN saat ini, strategi investasi harus disesuaikan dengan karakteristik masing-masing negara. Singapura menawarkan kestabilan dan keamanan investasi. Malaysia memberikan peluang bagi mereka yang mencari pertumbuhan dengan risiko sedang. Indonesia, dengan semua tantangannya, menawarkan potensi keuntungan besar bagi investor yang berpikir jangka panjang.
Rumah Jual menekankan bahwa pendekatan berbasis REITs, terutama di Singapura, menjadi pilihan rasional bagi investor ritel yang menginginkan fleksibilitas dan imbal hasil yang stabil.
Di sisi lain, properti fisik di lokasi strategis tetap menjadi primadona bagi mereka yang memiliki modal besar dan siap berinvestasi untuk jangka panjang.
Pada akhirnya, keputusan berinvestasi di sektor properti harus didasari pemahaman mendalam terhadap dinamika ekonomi, bukan sekadar mengejar keuntungan cepat.